Tour of Duty” dan “Tour of Area” bagi PNS (MUTASI PNS)
Dalam perjalanan karir seorang PNS dikenal dua mekanisme yaitu, perpindahan/mutasi jabatan (tour of duty) dan mekanisme perpindahan/mutasi wilayah kerja (tour of area). Kondisi ini sangatlah lazim digulirkan dalam dunia karir PNS untuk memprofesionalkan dalam pengembangan wawasan ke depan. Intinya, seorang PNS harus selalu siap beralih tugas dan jabatan serta beralih tempat, ini semua bermuara kepada pendewasaan aparatur pemerintah sebagai pelayan masyarakat.
Ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian,menyatakan “Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan/atau wilayah kerja”.
Dalam penjelasannya di sebutkan “Untuk kepentingan kedinasan dan sebagai salah satu usaha untuk memperluas pengalaman, wawasan, dan kemampuan, maka perlu diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan wilayah kerja bagi Pegawai Negeri Sipil terutama bagi yang menjabat pimpinan dengan tidak merugikan hak kepegawaiannya”.
Secara normal, perpindahan jabatan atau perpindahan wilayah kerja itu dilaksanakan secara teratur antara 2 (dua) sampai dengan 5 (lima) tahun. Dalam merencanakan dan melaksanakan perpindahan wilayah kerja disesuaikan dengan kemampuan keuangan Negara.
Sehingga, dalam kondisi yang normal, tour of duty dan tour of area tersebut haruslah dilakukan teratur dua sampai dengan lima tahun. Tetapi kenyataannya banyak instansi yang tidak mengikuti aturan tersebut.
Apa yang menyebabkan banyak instansi mengikuti ketentuan tersebut?
Ada beberapa hal yang menjadi faktor keadaan tersebut, diantaranya :
a. tidak ada hukuman bagi pejabat berwenang yang melakukan pelanggaran;
b. tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai “kondisi normal” dalam ketentuan, sehingga setiap pejabat mengartikan dengan interpretasi masing-masing;
c. Posisi Kepala Daerah, sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian di Daerah, yang tentunya mempunyai kewenangan tersendiri dalam penentuan tour of duty dan tour of area di daerah, sesuai dengan arah kebijakan yang dipimpinnya.
Apa lagi mengingat kebebasan yang diberikan administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya. Bentuknya adalah kebebasan untuk mengambil tindakan yang tepat, cepat, serta berfaedah dalam keadaan mendesak terhadap sesuatu yang belum diatur oleh hukum.
Kebebasan yang demikian dalam ilmu hukum di Perancis disebut pouvoir discretionare dan di Belanda disebut freies ermessen.
Fungsi fries ermessen adalah agar administrasi negara sebagai aparat penyelenggara negara dapat menilai dan menentukan apa yang inkonkreto, yang pada nyatanya harus terjadi, sesuai dengan dinamika masyarakat. Karena itu, kebebasan yang dimaksud adalah bebas menentukan apa yang harus dilakukan, dengan ukuran apa wewenang itu digunakan, kapan tindakan itu dilakukan dan bagaimana caranya wewenang itu digunakan. Jadi hakikat diskresi merupakan kebebasan untuk bertindak demi kepentingan yang lebih besar, tetapi tetap dalam kerangka hukum dan aturan yang berlaku.
Dengan diterimanya doktrin tersebut dalam hukum Indonesia, harusnya menjadi motivasi bagi pembentuk undang-undang agar dapat menyusun kaidah dalam peraturan perundang-undangan secara tepat dan rigid. Agar administratur negara khususnya yang berkaitan dan berwenang menetapkan tour of duty dan tour of area bagi PNS dapat berjalan dengan semestinya demi peningkatan kompetensi, wawasan yang luas, dan pengalaman kerja yang bervariasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar